WHO AM I ?
Siapa Sebenarnya Kita ?
Siapa sebenarnya kita? Pertanyaan ini sengaja munculkan untuk mengawali proses analisa diri. Sebab ini adalah akar terdalam, sebelum lebih lanjut kita menggali apa saja potensi diri, meski oleh kaum eksistensialisme pertanyaan ini belum dianggap sebagai pertanyaan yang paling mendasar. Ada hal yang lebih mendasar dan patut dipertanyakan lebih awal.
Jika ada pilihan pertanyaan, mana yang patut dipertanyakan lebih dulu, ‘(si)apa’ ataukah ‘ada’? kaum eksistensialisme menyarankan untuk mempertanyakan ‘ada’; sebelum kita sibuk bertanya-tanya ingin menjadi (si)apa, hendaknya terlebih dahulu mempertanyakan sudah ‘adakah kita’. Hal ini kelihatannya mungkin tidak penting, padahal justru dari sinilah kita harus jeli. Banyak orang yang secara ambisius ingin menjadi ‘yang wah’, Tetapi mereka tidak terlebih dulu ‘meraba’diri, sudah kah benar-benar ‘ada.
‘ada’kan diri mu, kemudian baru hendak menjadi (si)apa
"being is not always knowing” atau dengan ungkapan lain “being doesn’t automatically mean knowing”. Karena ‘menjadi’ belum berarti serta merta ‘mengetahui’,
Mari kita memahami diri kita sendiri semaksimal mungkin. Semakin kita dapat memahami diri semakin mampu kita mengontrol dan menguasainya. Ironis jika yang lebih memahami diri kita justru adalah orang lain. Dari sini pula kita mengenal adanya kolonialisasi bangsa satu atas bangsa lainnya.
Cita-cita, Mimpi ?
• Cita-cita : Sudah direncanakan dan masih dapat berubah-ubah dan Sudah ada langkah-langkah aktivitas
• Mimpi : Spontan masih berubah- ubah, Masih angan-angan
• Cita-cita diawali dari mimpi dan Sudah ada langkah/tahapan yang akan dicapai
• Mimpi mengarahkan prilaku kita untuk mencapai cita-cita
Menggali Potensi Diri
Setelah mengetahui siapa kita, kemudian kita beranjak pada penggalian potensi.
Potensi adalah daya atau kekuatan.
Bentuk negatifnya adalah impotensi, yang pada dasarnya berarti tak berdaya.
Seorang berpotensi adalah seorang yang kuat atau berdaya.